Sabtu, 14 April 2012

pemimpin baik yang berhasil atau gagal berdasarkan pendekatan dan perilaku dan ciri khas

Definisi Pemimpin
Seorang pemimpin adalah orang yang spesial dibandingkan dengan orang biasa dipimpin. Sangat jarang orang yang bisa memimpin. Dan lebih jarang lagi yang bisa memimpin dengan konsisten. Bukan karena apa-apa, emang susah jadi pemimpin kayak gitu. Cita-cita saya memang jadi pemimpin diri sendiri, keluarga, lingkungan, negara, insya Allah dunia (Amiin). Rasulullah pernah bersabda, “Setiap manusia adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban”, jadi kalau jadi pemimpin jangan tanggung-tanggung. Berikut adalah sedikit pandangan saya sekarang tentang pemimpin.
Jangan lihat seorang pemimpin dari track recordnya. Seorang bisa saja, bisa saja sukses untuk menjadi memimpin sesuatu di masa lalu, tapi tidak ada jaminan dia bisa menjadi pemimpin sukses saat ini atau di masa datang walaupun yang dipimpin adalah hal yang sama. Mengapa saya mengatakan seperti itu? Seorang berhasil memimpin dengan sukses adalah berkat usahanya untuk terus belajar. Setiap detik dan setiap pengalaman yang dialami saat menjadi seorang pemimpin adalah ilmu baru yang harus terus dipelajari dan disikapi. Jadi sudah semestinya bagi seorang pemimpin untuk terus belajar. Yang dipimpin boleh saja sama tetapi percayalah sebenarnya walaupun sedikit pasti ada perubahan karena dunia tidak diam tetapi terus berubah.
Coba kita belajar dari sejarah para pemimpin besar dunia. Ambil contoh yang dekat saja, mulai dari negeri sendiri. Hmm… Masih inget Mr. Soeharto?Terlepas dari apa yang telah dia perbuat, sebenarnya dari dia kita bisa ambil pelajaran. Ketika pertama kali jadi presiden, dia adalah sosok pembelajar yang bisa dibilang hebat lah, buktinya dia adalah revolusioner yang mengubah sistem yang ada (baca: orde lama), menjadi sistem yang lebih baik (baca: orde baru). Yang berarti dia belajar dari kekurangan sistem orde lama dan memperbaiki kekurangan yang ada tersebut dan menyesuaikan dengan kondisi yang ada sehingga terciptalah orde baru.
Memang tidak terlalu sulit menjadi pembelajar hebat, tetapi sangat sulit untuk menjadi pembelajar hebat yang konsisten. Seorang pemimpin yang telah mendapatkan kesuksesan biasanya terbuai, terlena dengan kesuksesannya itu dan menganggap seolah dunia ini berhenti dan mengikuti dirinya, padahal tidak, dunia akan terus berubah, dan seorang pemimpin harus terus belajar untuk menyikapi itu  Balik lagi ke contoh Mr. Soeharto. Kalau menurut saya untuk masa-masa awal beliau adalah seorang pemimpin yang sukses, buktinya Indonesia pada saat masa kepemimpinannya sempat dijuluki “Macan Asia” (sekarang kucing Asia atau kodok Asia :p). Sungguh malang sepertinya Bapak kita itu terlena dan lupa kalau perubahan selalu walaupun sedikit demi sedikit, tapi lama-lama menjadi bukit . Akhirnya terjadi ke-tidakrelevan-an yang besar antara kepemimpinan dan kebijakan-kebijakan beliau dengan kondisi yang ada. Nah kalau sudah begini diperlukan pembelajaran yang sekaligus banyak sekali , dan untuk itu diperlukan revolusi
Buat para pemimpin dan calon pemimpin (Insya Allah saya juga), kalau ada perubahan sebaiknya langsung disikapi aja, daripada nanti numpuk di belakang. Masa setiap kali diperlukan revolusi terus sih….
Arti pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan - khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang , sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian satu beberapa tujuan

Ciri Pemimpin yang Baik :
Ada beberapa ciri pemimpin yang baik, yang akan berhasil dalam kepemimpinannya.
Senantiasa bersikap adil dan menjunjung tinggi kebenaran. Begitu pentingnya masalah ini sampai-sampai Rasulullah menyatakan sejamnya keadilan pemimpin jauh lebih baik dibandingkan dengan seribu rakaat shalat sunnah (al-hadits). Pemimpin yang adil, disamping ilmunya para ulama, kepemurahannya kaum kaya, dan doanya kaum dhuafa akan menjadi pilar utama.
Senantiasa menjadi pengayom dan pembela masyarakat, sehingga masyarakat merasa aman dan terlindungi. Kehidupan menjadi tenteram dan bahagia. Kebijakan yang dikeluarkan pun tidak akan menjadi kebijakan yang merugikan rakyat. Ketika terjadi konflik antara kepentingan rakyat kecil, maka ia akan lebih memilih untuk membela kepentingan rakyat kecil.
Berpihak dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu adalah contoh pemimpin yang selalu berpatroli setiap malam, memastikan bahwa rakyatnya tidak ada yang kelaparan. Demikian pula dengan khalifah Umar bin Abdul Azis, yang mampu mengentaskan kemiskinan melalui instrumen zakat, hanya dalam waktu kurang dari 2 tahun. Inilah model kepemimpinan yang selalu didambakan kehadirannya oleh seluruh masyarakat kapan dan dimanapun, termasuk Negara yang kita cintai ini. Mudah-mudahan melalui pemimpin yang demikianlah, Indonesia akan menjadi bangsa yang lebih baik dan sejahtera.
Tipe-tipe Kepemimpinan :

1. Tipe Otokratik
Semua ilmuan yang berusaha memahami segi kepemimpinan otokratik mengatakan bahwa pemimpin yang tergolong otokratik dipandang sebagai karakteritik yang negatif. Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter akan menujukan sikap yang menonjolkan “keakuannya”, antara lain dalam bentuk :
• kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka
• pengutmaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahannya.
• Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.
Gaya kepemimpinan yang dipergunakan pemimpin yang otokratik antara lain:
• menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya
• dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuannya

2. Tipe Paternalistik
Tipe pemimpin paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat agraris. Salah satu ciri utama masuarakat tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggiota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan.

3. Tipe Kharismatik
Tidak banyak hal yang dapat disimak dari literatur yang ada tentang kriteria kepemimpinan yang kharismatik. Memang ada karakteristiknya yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Tegasnya seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi.




Ciri-ciri pemimpin berkarakter Sebagai berikut:
1. Jujur terhadap diri sendiri dan orang lain. Jujur dengan kekuatan diri dan kelemahan dan usaha untuk memperbaikinya.
2. Pemimipin harusnya berempati terhadap bawahannya secara tulus.
3. Memiliki rasa ingin tahu dan dapat didekati sehingga orang lain merasa aman dalam menyampaikan umpan balik dan gagasan-gagasan baru secara jujur, lugas dan penuh rasa hormat kepada pemimpinnya.
4. Bersikap transparan dan mampu menghormati pesaing dan belajar dari mereka dalam situasi kepemimpinan ataupun kondisi bisnis pada umumnya.
5. Memiliki kecerdasan, cermat dan tangguh sehingga mampu bekerja secara professional keilmuan dalam jabatannya.
6. Memiliki rasa kehormatan diri dan berdisiplin pribadi, sehingga mampu dan mempunyai rasa tanggungjawab pribadi atas perilaku pribadinya.
7. Memiliki kemampuan berkomunikasi, semangat " team work ", kreatif, percaya diri, inovatif dan mobilitas.

Kamis, 05 April 2012

mencintai mu

ku tak ingin beranjak pergi dan harus tetap bertahan walaupun sulit bagi ku untuk mencantai mu
sulit bagi ku tuk merubah sifat mu yang buruk, tapi aku yakin aku bisa tuk merubah mu
dengan cara kasih sayang dan cinta ku yang tulus kepada mu
walaupun cobaan demi cobaan yang ku rasakan akan ku hadapi dengan senyuman, kasih sayang dan cinta kepada mu tulus dari dalam lubuk hati ku
^_^

Harapan untuk DKI Jakarta yang akan datang

Tgl 11 Juli 2012 ada pemilihan gubernur DKI Jakarta...??
Harapan saya buat calon gubernur DKI Jakarta :
  1. Bisa mempimpin warganya dengan bijak dan adil kepada warga yang tidak mampu
  2. Bisa mengatasi masalah macet di DKI dengan baik
  3. Bisa mengatasi banjir terutama didaerah jakarta timur walaupun sudah dibangun BKT tetap saja terjadi banjir lagi dan semakin dalam
  4. Dapat menjadi contoh warganya dan tidak hanya bicara saja harus riil bicaranya dengan kenyataannya
  5. Buat anak sekolah bisa gratis bagi yang tidak mampu dapat merasakan pendidikan yang layak
  6. Harus adil membagikan bantuan-bantuan kepada warga yang tidak mampu misalnya kaya beras, kesehatan, rumah yang layak
  7. mengatasi pengangguran walaupun sedikit susah, calon gubergunur bisa membuka usaha untuk para pengangguran
  8. Buat para pedangang PKL kalau tidak ada tempat yang layak bisa dibantu oleh calon gubergunur
Sekian harapan saya untuk para calon gubernur DKI Jakarta

perilaku keorganisasian kepemimpinan



Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model)
Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada kecocokan antara karakteristik watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan variabel-variabel situasional. Kalau model kepemimpinan situasional berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan tipe kepemimpinan yang berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987).
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).
Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu
dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku. Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).Model kontingensi yang lain, Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971). Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok: supportive leadership (menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat), directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada), participative leadership(konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan) dan achievement-oriented leadership (menentukan tujuan organisasi yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan).
MenurutPath-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.

Teori kepeminmpinan vroom & yetton

Teori kepeminmpinan vroom & yetton adalah jenis teori kontingensi yang menitikberatkan pada hal pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemimpin. Teori vroom dan yetton juga di sebut teori normative karena mengarah pada pemberian suatu rekomendasi tentang gaya kepemimpinan yang sebaiknya di gunakan dalam situasi tertentu. Dalam hal ini ada 5 jenis cirri pengambilan keputusan dalam teori ini :
1. A-I : pemimpin mengambil sendiri keputusan berasarkan informasi yang ada padanya saat itu.
2. A-II : pemimpin memperoleh informasi dari bawahannya dan mengambil keputusan berdasarkan informasi yang didapat. jadi peran bahawan hanya memberikan informasi, bukan memberikan alternatif.
3. C-I : pemimpin memberitahukan masalah yang sedang terjadi kepada bawahan secara pribadi, lalu kemudian memperoleh informasi tanpa mengumpulkan semua bawahannya secara kelompok, setelah itu mengambil keputusan dengan mempertimbangkan/ tidak gagasan dari bawahannya.
4. C-II : pemimpin mengumpulkan semua bawahannya secara kelompok, lalu menanyakan gagasan mereka terhadap masalah yang sedang ada, dan mengambil keputusan dengan mempertimbangkan/tidak gagasan bawahannya
5. G-II : pemimpin memberitahukan masalah kepada bawahanya secara berkelompok, lalu bersama – sama merundingkan jalan keluarnya, dan mengambil keputusan yang disetujui oleh semua pihak.
Contoh kepemimpinan yang menggunakan gaya kepemimpinan vroom dan yetton dalam mengambil keputusan adalah ketua Osis. Apabila dalam melaksanakan tugas mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan ketua Osis selalu meminta pendapat dari bawahannya. Dengan mengadakan rapat Osis di mana setiap anggota berkumpil dan memberikan saran atas msalah yang di hadapi. Contohnya dalam menyelenggarakan hari kemerdekaan, bagaimana acara dapat berjalan dengan lancar serta bagaimana mendapatkan dana untuk menyelenggarakan acara tersebut. Ketua Osis menampung semua pendapat dari bendahara, seksi acara, seksi humas dll.
Dari contoh di atas dapat di ambil kesimpilan bahwa ketua Osis memakai gaya kepemimpinan G-II yaitu pemimpin memberitahukan masalah kepada bawahanya secara berkelompok, lalu bersama – sama merundingkan jalan keluarnya, dan mengambil keputusan yang disetujui oleh semua pihak.

Model jalan tujuan ( Path-Goal Theory)

Sekarang ini salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal, teori path-goal adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
Dasar dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002). Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive leader, participative leader dan achievement-oriented leader. Berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori path-goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi (Robins, 2002).
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.
Secara mendasar, model ini menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh seorang pimpinan untuk mempengaruhi persepsi bawahan tentang pekerjaan dan tujuan pribadi mereka dan juga menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin untuk memotivasi dan memberikan kepuasan kepada bawahannya. Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:

  1. Fungsi Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami  bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.
  1. Fungsi Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.

Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003)

  1. Kepemimpinan pengarah (directive leadership)

Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan.

  1. Kepemimpinan pendukung (supportive leadership)

Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.

  1. Kepemimpinan partisipatif (participative leadership)

Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.

  1. Kepemimpinan berorientasi prestasi (achievement-oriented leadership)

Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.

Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.
Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand (Gibson, 2003).

  1. Karakteristik Bawahan

Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:

1)      Letak Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinandirective.
2)      Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianismrendah cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.
3)      Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.

  1. Karakteristik Lingkungan

pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:

1)      Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
2)      Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
1)      Struktur Tugas
Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
2)      Wewenang Formal
Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi
3)      Kelompok Kerja
Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.
Dalam dunia kerja, model kepemimpinan banyak digunakan dengan berbagai model dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, baik bagi perusahaan maupun para pekerjanya. Teori path goal ini nampaknya baik digunakan, karena baik pemimpin maupun bawahan sama-sama bekerja untuk mencapai hasil yang maksimal. Teori ini tidak mengesampingkan kepentingan pekerja, namun juga tidak mengesampingkan kepentingan perusahaan.
Perbandingan antara beberapa pendekatan situasional
Adalah teori kontijensi yang memusatkan perhatian pada pengikut Mengatakan :
Ø  Jika pengikut tidak mampu & tidak ingin melakukan tugas pemimpin perlu memberikan alasan yg khusus dan jelas.

Ø  Jika pengikut tidak mampu & ingin pemimpin perlu memaparkan orientasi tugas tugas yg tinggi.

Ø  Jika pengikut mampu & tidak ingin, pemimpin perlu mendukung dan partisipatif Jika pengikut mampu & ingin, pemimpin tidak perlu berbuat banyak

Beberapa masalah lain mengenai kepemimpinan.
1.      Belum secara rutin minimal tiap bulan sekali dari seluruh unsur pimpinan pengadilan melakukan pembinaan terhadap bawahan atau stafnya.
Pemecahannya :  Digiatkan pelaksanaan pembinaan dari Ketua dan wakil ketua pengadilan terhadap seluruh hakim dan pegawai.
- Panitera/sekretaris terhadap jajaran kepaniteraan dan kesekretariatan
- Wakil Panitera terhadap jajaran kepaniteraan dan wakil sekretaris terhadap jajaran kesekretariatan.
- Kapala bagian kepegawaian, keuangan, umum, panitera muda perkara dan hukum kepada stafnya masing-     masing.

2. Masih adanya kekurangan pengetahuan tentang  kepemimpinan pada pimpinan pengadilan.
 Diadakan pendidikan dan pelatihan tentang kepemimpinan.
3. Belum tingginya kesadaran untuk mewujudkan visi dan misi pengadilan.
 Memberikan motivasi kepada seluruh pegawai akan tugas dan tanggung jawab kinerja pengadilan. Apalagi saat sekarang Mahkamah Agung telah dijadikan percontohan dalam reformasi birokrasi.
4. Belum secara tegas penjatuhan sanksi terhadap staf atau bawahan.
 Dengan keluarnya Keputusan Ketua Mahkamah Agung No. 071/KMA/SK/V/2008 tanggal 14 Mei 2008 tentang Ketentuan Penegakan Disiplin Kerja Dalam Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Khusus Kinerja Hakim dan Pegawai Negeri pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya, dapat dijadikan dasar untuk meningkatkan disiplin kerja sekaligus penjatuhan sanksi.
5. Masih terjadinya perselisihan antara unsur pimpinan pengadilan
     Perlu adanya komunikasi antara unsur pimpinan.
 Menempatkan gaya kepemimpinan (1. Visionary, kepemimpinan yang memiliki Visi sehingga mampu membawa staf ketujuan bersama 2. Coaching, kepemimpinan yang memberikan kesempatan pengasuhan ataupun pembelajaran 3. Affiliate, kepemimpinan yang mengedepankan keharmonisan ataupun kerja sama antar fungsi 4. Democratic, kepemimpinan yang menghargai pendapat ataupun sudut pandang orang lain, sekalipun berbeda 5. Pacesetting, kepemimpinan yang mampu memberikan model pencapaian sehingga lebih membumi 6. Commanding, kepemimpinan yang dapat bersikap tegas serta berani mengambil resiko, jika diperlukan) sesuai dengan situasi dan kondisi.
6. Masih adanya pimpinan yang tidak mau untuk mengikuti perkembangan teknologi.
 Mengadakan pelatihan bagi unsur pimpinan pengadilan tentang teknologi informasi.  Minimal sudah dapat  mengoperasikan program Ms-Word, program aplikasi : Keuangan, kepegawaian, barang milik negara, Sistem Akuntasi Instansi (SAI), Sistem Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (SAKPA), Sistem Akuntasi Barang Milik Negara (SABMN) yang sekarang diubah menjadi Sistem Informasi Manajen dan Akuntasi Keuangan Barang Milik Negara (SIMAKBMN),  penyusunan RKA-KL (Rencana Kerja Anggaran-Kementrian Lembaga).
 Membuat desk-service, web-site, e-mail untuk mempermudah akses publik sebagai wujud transparansi pengadilan.