PENALARAN
1.
Pendahuluan
Untuk
itu akan dikemukakan pertama-tama masalah penalaran yaitu bagaimana dapat
dirumuskan pendapat yang benar sebagai hasil dari suatu proses berfikir untuk
merakit fakta- fakta menuju suatu kesimpulan yang dapat diterima oleh akal
sehat. Masalah ini yang harus dibicarakan sebelum berbicara mengenai tulisan
argumentasi adalah mengenai beberapa corak penalaran. Ketiga, bagaimana
mengadakan penilaian atau penolakan atas pendapatan orang-orang lain atau
pendapat sendiri yang pernah dicetuskan dengan prinsip-prinsip itu akhirnya
dikembangkan bagaimana menyusun tulisan argumentasi itu sendiri. Dan kelima,
akan di kemukakan pula masalah persuasi yang mengenai pertalian sangat erat
dengan argumentasi dan bahkan sering diadakan pengacauan atas dua istilah
tersebut.
Dalam
tulisan sering kita kutip pendapat orang yang terkenal untuk memperkuat bukti
kita. Yang benar adalah bahwa orang itu menjadi besar dan terkenal karena
pendapat dan pikirannya yang diterima dan di kagumi orang sebagai pendapat dan
pikiran yang benar dan luhur. Sebagai manusia siapa saja dapat membuat
kesalahan dan kehilafan. Sebab itu setia penulis harus bersikap keritis
menghadapi pendapat orang-orang lain baik orang yang terkenal maupun yang
kurang terkenal.
2.
Proporsi
Penalaran
(reasoning, jalan pikiran) adalah suatu proses berfikir yang berusaha
menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi yang diketahui menuju suatu
kesimpulan bila kita dibandingkan argumentasi dengan sebuah bangunan, maka
fakta, evidensi, dan sebagainya dapat disamakan dengan batu bata, batu kali,
semen dsb sedangkan proses penalaran itu senddiri dapat disamakan dengan bagan
atau arsitektur untuk membangun gedung tersebut, penalaran merupakan sebuah
proses berfikir untuk mencapai tujuan yang logis.
Penalaran
dilakukan dengan mengunakan fakta-fakta yang masih berbentuk polos, yang telah
dirumuskan kedalam kalimat-kalimat yang berbentuk pendapat atau kesimpulan.
Contoh
:
Semua
manusia akan mati pada suatu waktu
Beberapa
orang Indonesia memiliki kekayaan yang berlimpah-limpah
Kota
bandung hancur dalam perang dunia kedua karena bom atom
Semua
gajah telah punah tahun 1980
3.
Inferensi dan implikasi
Kata
inferensi berasal dari kata latin inferred yang berati menari kesimpulan. Kata
implikasi berasal juga dari bahasa latin yaitu kata implikare yang berarti
melibat atau merangkum. Dalam logika, juga dalam bidang ilmiah lainnya kata
inferensi adalah kesimpulan yang diturunkan dari apa yang ada atau dari
fakta-fakta yang ada. Sedangkan implikasi adalah rangkuman, yaitu sesuatu yang
dianggap ada karena sudah dirangkum fakta atau eviden itu sendiri.
Contoh
:
Bila
seorang ibu mendengar tetesan air didalam kamar mandi maka ia menarik
kesimpulan bahwa kerannya bocor atau kurang cermat ditutup. Untuk menetapkan
kesimpulan mana yang mempunyai kemungkinan yang paling tinggi harus
dipertimbangkan dua faktor : bagaimana kebiasaan penghini rumah mempergunakan
keran serta beberapa lama usia keran itu. Jika si adi mempunyai kebiasaan
membiarkan keran terbuka maka ibu dapat mengambil kesimpulan (dalam hal ini
inferensi) bahwa : adi tidak menutup keran dengan cermat tetapi keran itu tidak
dapat titutup normal maka perlu diganti.
4.
Wujud evidensi
Dalam
wujudnya yang paling rendah evidensi itu berbentuk data atau informasi. yang
dimaksud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang diperoleh dari
sember tertentu. Untuk itu penulis atau pembicara harus mengadakan penujian
atas data dan iformasi tersebut,apakah semua bahan keterangan itu merupakan
fakta.
5.
Cara menguji data
a. Observasi
Fakta_fakta yang diajukan sebagaian evidensi
mungkin belum memuaskan seseorang pengarang atau penulis.untuk menyakinn
dirinya sendiri dan sekaligus dapat mengunakannya sebaik-baiknya dalam usaha
menyakinkan para pembaca, maka kadang-kadang pengarang merasa perlu untuk
mengadakan peninjauan atau observasi singkat untuk mengecek data data atau
informasi itu. Dan sesungguhnya dalam banyak hal pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan seseorang, biasanya didasarkan pula atas observasi yang telah
diadakan.
b. Kesaksian
Keseharusan menguji data dan informasi,
tidak selalu dilakukan dengan observasi. Kadang-kadang sangat sulit untuk
mengaruskan seseorang mengadakan observasi atas obyek yang akan dibicarakan.
Kesulitan itu terjadi karena waktu, tempat, dan biaya yang harus dikeluarkan.
c. Autoritas
Cara ketiga yang dipergunakan untuk
menguji fakta dalam usaha menyusun evidensi adalah meminta pendapat dari suatu
autoritas, yakni pendapat dari seorang ahli, atau mereka yang telah menyelidiki
fakta-fakta itu dengan cermat, memperhatikan semua kesaksian, menilai semua
keahlian mereka dalam bidang itu.
6.
Cara menguji fakta
Sebagai
telah dikemukakan diatas, untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita
peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian, apakah data-data
atau informasi itu merupakan kenyataan atau hal yang sungguh-sungguh terjadi.
Penilaian tersebut baru merupakan penilaian-penilaian tingkat pertama.
Penilaian tingkat pertama hanya diarahkan untuk mendapatkan keyakinan, bahwa
semua bahan itu adalah fakta.
a. Dasar
pertama yang dipakai untuk menetapkan fakta mana yang akan dipakai sebagai
evidensi adalah kekonsistenan. Sebuah argumentasi akan kuat dan mempunyai
tenaga persuasive yang tinggi, kalau evidensi-evidensinya bersifat konsisten,
tidak ada satu evidensi bertentangan atau melemahkan evidensi yang lain. Untuk
membuktikan bahwa kita tidak sanggup secara ekonomis, sehingga tidak dapat
membayar uang kuliah sekaligus diajukan evidensi seperti : pekerjaan orang tua
adalah buruh harian, dari golongan rendah, pendidikan orang tua sekolah dasar
tidak taman dan sebagainya.
b. Koherensi
Dasar kedua yang dapat dipakai untuk
mengadakan penilaian fakta mana yang dapat dipergunakan sebagai evidensi adalah
masalah koherensi. Semua fakta yang akan digunakan sebagai evidensi harus pula
koheren dengan pengalaman-pengalaman manusia, atau sesuai dengan pandangan atau
sikap yang berlaku.
7.
Cara menilai autoritas
Seorang
penulis yang baik dan obyektif selalu akan menghadiri semua desas-desus, atau
kesaksian dari tangan kedua. Penulisan yang baik akan membedakan pula apa yang
hanya merupakan pendapat saja, atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan
atas penelitian atau data-data eksperimental. Untuk menilai suatu autoritas,
penulis dapat memilih beberapa pokok berikut :
a. Tidak
mengandung prasangka
Dasar pertama yang perlu diketahui oleh
penulis adalah bahwa pendapat autoritas sama sekali tidak boleh mengandung
prasangka. Yang tidak mengandung prasangka artinya pendapat itu disusun
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli itu sendiri, atau
didasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang dilakukannya. Pengertian tidak
mengandung prasangka juga mencangkup hal lain, yaitu bahwa autoritas itu tidak
boleh memperoleh keuntungan pribadi dari data-data eksperimentalnya.
b. Dasar
kedua yang harus diperhitungkan penulis untuk menilai pendapatan suatu
autoritas adalah menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas. Pendidikan
yang diperoleh menjadi jaminan awal. Pendidikan yang diperolehnya harus
dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli yang
diperoleh melalui pendidikannya tadi.
c. Kemashuran
dan prestise
Faktor ketiga yang harus diperhatikan
oleh penulis untuk menilai autoritas adalah meneliti apakah pertanyaan atau
pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar bersembunyi di
balik kemashuran dan prestise pribadi bidang lain.
d. Koherensi
dengan kemajuan
Hal emapat yang perlu diperhatikan
penulis argumentasi adalah apakah pendapat yang diberikan autoritas itu sejalan
dengan perkembangan dan kemajuan jaman, atau koheren dengan pendapat atau sikap
terakhir dalam bidang itu.
Sumber :
- Gorys Keraf. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.