Rabu, 20 Maret 2013

Tugas Bahasa Indonesia 2 #


PENALARAN
1.     Pendahuluan
Untuk itu akan dikemukakan pertama-tama masalah penalaran yaitu bagaimana dapat dirumuskan pendapat yang benar sebagai hasil dari suatu proses berfikir untuk merakit fakta- fakta menuju suatu kesimpulan yang dapat diterima oleh akal sehat. Masalah ini yang harus dibicarakan sebelum berbicara mengenai tulisan argumentasi adalah mengenai beberapa corak penalaran. Ketiga, bagaimana mengadakan penilaian atau penolakan atas pendapatan orang-orang lain atau pendapat sendiri yang pernah dicetuskan dengan prinsip-prinsip itu akhirnya dikembangkan bagaimana menyusun tulisan argumentasi itu sendiri. Dan kelima, akan di kemukakan pula masalah persuasi yang mengenai pertalian sangat erat dengan argumentasi dan bahkan sering diadakan pengacauan atas dua istilah tersebut.
Dalam tulisan sering kita kutip pendapat orang yang terkenal untuk memperkuat bukti kita. Yang benar adalah bahwa orang itu menjadi besar dan terkenal karena pendapat dan pikirannya yang diterima dan di kagumi orang sebagai pendapat dan pikiran yang benar dan luhur. Sebagai manusia siapa saja dapat membuat kesalahan dan kehilafan. Sebab itu setia penulis harus bersikap keritis menghadapi pendapat orang-orang lain baik orang yang terkenal maupun yang kurang terkenal.
2.      Proporsi
Penalaran (reasoning, jalan pikiran) adalah suatu proses berfikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi yang diketahui menuju suatu kesimpulan bila kita dibandingkan argumentasi dengan sebuah bangunan, maka fakta, evidensi, dan sebagainya dapat disamakan dengan batu bata, batu kali, semen dsb sedangkan proses penalaran itu senddiri dapat disamakan dengan bagan atau arsitektur untuk membangun gedung tersebut, penalaran merupakan sebuah proses berfikir untuk mencapai tujuan yang logis.
Penalaran dilakukan dengan mengunakan fakta-fakta yang masih berbentuk polos, yang telah dirumuskan kedalam kalimat-kalimat yang berbentuk pendapat atau kesimpulan.
Contoh :
Semua manusia akan mati pada suatu waktu
Beberapa orang Indonesia memiliki kekayaan yang berlimpah-limpah
Kota bandung hancur dalam perang dunia kedua karena bom atom
Semua gajah telah punah tahun 1980
3.      Inferensi dan implikasi
Kata inferensi berasal dari kata latin inferred yang berati menari kesimpulan. Kata implikasi berasal juga dari bahasa latin yaitu kata implikare yang berarti melibat atau merangkum. Dalam logika, juga dalam bidang ilmiah lainnya kata inferensi adalah kesimpulan yang diturunkan dari apa yang ada atau dari fakta-fakta yang ada. Sedangkan implikasi adalah rangkuman, yaitu sesuatu yang dianggap ada karena sudah dirangkum fakta atau eviden itu sendiri.
Contoh :
Bila seorang ibu mendengar tetesan air didalam kamar mandi maka ia menarik kesimpulan bahwa kerannya bocor atau kurang cermat ditutup. Untuk menetapkan kesimpulan mana yang mempunyai kemungkinan yang paling tinggi harus dipertimbangkan dua faktor : bagaimana kebiasaan penghini rumah mempergunakan keran serta beberapa lama usia keran itu. Jika si adi mempunyai kebiasaan membiarkan keran terbuka maka ibu dapat mengambil kesimpulan (dalam hal ini inferensi) bahwa : adi tidak menutup keran dengan cermat tetapi keran itu tidak dapat titutup normal maka perlu diganti.
4.      Wujud evidensi
Dalam wujudnya yang paling rendah evidensi itu berbentuk data atau informasi. yang dimaksud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang diperoleh dari sember tertentu. Untuk itu penulis atau pembicara harus mengadakan penujian atas data dan iformasi tersebut,apakah semua bahan keterangan itu merupakan fakta.
5.      Cara menguji data
a.       Observasi
Fakta_fakta yang diajukan sebagaian evidensi mungkin belum memuaskan seseorang pengarang atau penulis.untuk menyakinn dirinya sendiri dan sekaligus dapat mengunakannya sebaik-baiknya dalam usaha menyakinkan para pembaca, maka kadang-kadang pengarang merasa perlu untuk mengadakan peninjauan atau observasi singkat untuk mengecek data data atau informasi itu. Dan sesungguhnya dalam banyak hal pertanyaan-pertanyaan yang diberikan seseorang, biasanya didasarkan pula atas observasi yang telah diadakan.
b.      Kesaksian
Keseharusan menguji data dan informasi, tidak selalu dilakukan dengan observasi. Kadang-kadang sangat sulit untuk mengaruskan seseorang mengadakan observasi atas obyek yang akan dibicarakan. Kesulitan itu terjadi karena waktu, tempat, dan biaya yang harus dikeluarkan.
c.       Autoritas
Cara ketiga yang dipergunakan untuk menguji fakta dalam usaha menyusun evidensi adalah meminta pendapat dari suatu autoritas, yakni pendapat dari seorang ahli, atau mereka yang telah menyelidiki fakta-fakta itu dengan cermat, memperhatikan semua kesaksian, menilai semua keahlian mereka dalam bidang itu.
6.      Cara menguji fakta
Sebagai telah dikemukakan diatas, untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian, apakah data-data atau informasi itu merupakan kenyataan atau hal yang sungguh-sungguh terjadi. Penilaian tersebut baru merupakan penilaian-penilaian tingkat pertama. Penilaian tingkat pertama hanya diarahkan untuk mendapatkan keyakinan, bahwa semua bahan itu adalah fakta.
a.       Dasar pertama yang dipakai untuk menetapkan fakta mana yang akan dipakai sebagai evidensi adalah kekonsistenan. Sebuah argumentasi akan kuat dan mempunyai tenaga persuasive yang tinggi, kalau evidensi-evidensinya bersifat konsisten, tidak ada satu evidensi bertentangan atau melemahkan evidensi yang lain. Untuk membuktikan bahwa kita tidak sanggup secara ekonomis, sehingga tidak dapat membayar uang kuliah sekaligus diajukan evidensi seperti : pekerjaan orang tua adalah buruh harian, dari golongan rendah, pendidikan orang tua sekolah dasar tidak taman dan sebagainya.
b.      Koherensi
Dasar kedua yang dapat dipakai untuk mengadakan penilaian fakta mana yang dapat dipergunakan sebagai evidensi adalah masalah koherensi. Semua fakta yang akan digunakan sebagai evidensi harus pula koheren dengan pengalaman-pengalaman manusia, atau sesuai dengan pandangan atau sikap yang berlaku.
7.      Cara menilai autoritas
Seorang penulis yang baik dan obyektif selalu akan menghadiri semua desas-desus, atau kesaksian dari tangan kedua. Penulisan yang baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan pendapat saja, atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian atau data-data eksperimental. Untuk menilai suatu autoritas, penulis dapat memilih beberapa pokok berikut :
a.       Tidak mengandung prasangka
Dasar pertama yang perlu diketahui oleh penulis adalah bahwa pendapat autoritas sama sekali tidak boleh mengandung prasangka. Yang tidak mengandung prasangka artinya pendapat itu disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli itu sendiri, atau didasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang dilakukannya. Pengertian tidak mengandung prasangka juga mencangkup hal lain, yaitu bahwa autoritas itu tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi dari data-data eksperimentalnya.
b.      Dasar kedua yang harus diperhitungkan penulis untuk menilai pendapatan suatu autoritas adalah menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas. Pendidikan yang diperoleh menjadi jaminan awal. Pendidikan yang diperolehnya harus dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli yang diperoleh melalui pendidikannya tadi.
c.       Kemashuran dan prestise
Faktor ketiga yang harus diperhatikan oleh penulis untuk menilai autoritas adalah meneliti apakah pertanyaan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar bersembunyi di balik kemashuran dan prestise pribadi bidang lain.
d.      Koherensi dengan kemajuan
Hal emapat yang perlu diperhatikan penulis argumentasi adalah apakah pendapat yang diberikan autoritas itu sejalan dengan perkembangan dan kemajuan jaman, atau koheren dengan pendapat atau sikap terakhir dalam bidang itu.
Sumber :

  • Gorys Keraf. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar