Etika Pasar Bebas
Free
market competitions atau yang biasa kita kenal dengan pasar bebas, merupakan
pasar dimana didalamnya tidak ada unsur intervensi (campur tangan) dari
pemerintah. Mekanisme pasar atau tarik ulur antara demand dan supply adalah
yang mendasari berjalannya transaksi pasar. Dalam free market competitions
biasanya bentuk pasar adalah pasar persaingan sempurna. Melihat kondisi pasar
perdagangan internasional sekarang ini, metamorfosis pasar diperkirakan akan
menuju ke arah suatu bentuk pasar “free market competition”. Karena pasar bebas
merupakan bentuk pasar yang paling adil.
Berbicara mengenai pasar (market), lebih dahulu harus
kita kerucutkan apa itu definisi dari pasar Pasar secara umum diartikan sebagai
tempat bertemunya antara penjual dan pembeli. Namun, inti dari pasar itu
sendiri adalah transaksi yang terjadi antara penjual dan pembeli. Jadi pasar
dapat terbentuk bukan hanya dari bentuk riil pasar itu sendiri, tapi proses
transaksi yang ada didalamnya. Kalau begitu, di rumah pun dapat terbentuk
pasar, bahkan juga di dunia maya seperti internet Ya bisa, karena pasar
(market) pada intinya adalah mekanisme pertukaran antara uang dengan barang.
1. Keuntungan moral
pasar bebas
Terlepas dari berbagai kelemahanya yang tidak bias
dibantah, kami cendrung menganggap system ekonomi pasar bebas sebagai system
yang paling baik dan kondusif, dibandingkan dengan system alternatif mana pun,
bagi bisnis yang baik dan etis karena dari segi etis system ini lebh
memungkinkan praktek bisnis yang baik, etis dan Fair. Dari segi moral, system
ekonomi pasar bebas mengan dung beberapa
hal yang sangat positif.
Pertama, system ekonomi pasar bebas menjamin keadilan
melalui perlakuan yang sama dan fair bagi semua pelaku ekonomi.dari sejarahnya,
ekonomi pasar bebas justru lahir untuk membasmi
system ekonomi merkantilistis yang korup karena didukung oleh monopoli,
kolusi,dan peraktek-peraktek politik distorsif yang mengarah pada manipulasi
birokrasi pemerintah oleh pengusaha demi kepentingan merekan dan elit pengusaha
dengan mengorbankan kepentingan dan rasa keadilan masyarakat luas.
Pasar bebas adalah sistem ekonomi yang lahir untuk
mendobrak system ekonomi yang tidak etis dan yang menghambat pertumbuhan
ekonomi dengan member kesempatan berusaha yang sama, bebas, dan Fair kepada
semua pelaku ekonomi.
Keadilan disini
terutama dijamin melalui perinsip no barm. Dalam system ekonomi pasar
bebas, paling kurang sebagai mana
dikehendaki oleh Adam Smith, semua pelaku ekomomi diberikan kebebasan
dalam menjalankan kegiatan bisnisnya sesuai keinginanya untuk mengejar
keuntungan sebesar besarnya, asalkan dengan satu sarat paling minim :
Tidak merugikan hak dan kepentingan orang lain serta hak
dan kepentingan masyarakat luas. Dengan demikian,secara moral dalam kaitan
dengan jaminan atas keadilan ini, system ekonomi pasar bebas menjamain dua hal
:
Adanya kesempatan yang sama dibuka bagi semu melalui
aturan yang Fair.
Dengankata lain,dalam system ekonomi pasar tidak ada
pihak yang diperlakukan secara istimewa.
Ada aturan yang jelas danFair,
dank arena itu etis. Aturan ini dilakukan juga secara Fair, tranparan,
konsekwen,dan objektif. Maka, objektif tunduk dandapat merujuknya secara terbuka.
2. Peran Pemerintah
Tahun
depan, sejumlah pelaku industri di negeri ini mengusulkan sembilan produk
unggulan Indonesia dapat dilepaskan di pasar bebas. Negara-negara anggota ASEAN
pun menyepakati, tahun 2015 adalah saat pemberlakuan pasar bebas di kawasan
Asia Tenggara. Pasar bebas memang memberikan peluang bagi negeri ini untuk
meningkatkan pendapatannya, dengan memasarkan produk unggulannya dan
memperbesar investasi asing. Pasar bebas juga tantangan bagi sumber daya
manusia Indonesia untuk bisa sekualitas dan bersaing dengan mancanegara. Namun,
pasar bebas sesungguhnya juga menjadi ancaman, apalagi jika dikaitkan dengan
kualitas sumber daya manusia dan komoditas negeri ini, yang dalam beberapa segi
memang masih kalah dibandingkan dengan negara lain.
Pertanyaan
yang paling sering muncul terkait isu pasar bebas adalah siapa yang harus
melindungi komoditas negeri ini yang tak mampu bersaing dengan produk
mancanegara? Siapa yang melindungi petani dan warga negeri ini yang masih
termarjinalisasi? Tak mungkin mereka dibiarkan terkapar, kalah pada era
persaingan bebas yang segera dimulai. Bahkan, tak mungkin membiarkan mereka
terabaikan, tanpa perlindungan saat ini.
Gantungan mereka yang tersisih
adalah pemerintah. Namun, bisakah pemerintah memerankan peran itu? Memang,
sejarah mengajarkan, saat Amerika Serikat (AS) mengalami krisis ekonomi tahun
1930, pemerintah negara itu melakukan intervensi terbatas untuk menyelamatkan
tatanan perekonomian. Saat ini pun AS tengah dilanda kegelisahan akibat krisis
sehingga pemerintahannya melakukan sejumlah intervensi untuk melindungi
rakyatnya melalui sejumlah penyelamatan perusahaan yang berperan besar dalam
perekonomian dan ketenagakerjaan di AS.
Keberpihakan pada rakyat sejumlah daerah, seperti Pemerintah Provinsi Gorontalo
dan Pemerintah Kabupaten Bantul (Daerah Istimewa Yogyakarta), memang
menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat yang tersisih, terutama petani.
Pemerintahan Orde Baru sampai akhir
tahun 1980-an memang mempunyai peran yang signifikan, bukan hanya sebagai
regulator, tetapi juga menjadi pelindung, bahkan menjadi pelaku ekonomi
langsung. Karena itu, pada masa lalu dibentuk sejumlah lembaga pelaku ekonomi,
seperti Badan Urusan Logistik (Bulog) yang juga membeli gabah langsung dari
petani.
Namun, tahun 1989 Bank Dunia mengeluarkan sebuah buku Pembangunan
Berkesinambungan, yang merupakan hasil studi pembangunan di Afrika. Bank Dunia
menyimpulkan, kegagalan pembangunan di Afrika karena terlalu banyak dikelola
pemerintah. Pemerintahlah sumber kegagalan. Wajah peran pemerintah di seluruh
dunia pun berubah.
Untuk keberhasilan pembangunan, peran pemerintah harus diperkecil. Ekstremnya,
pemerintah hanya berperan sebagai pengatur, regulator. Mekanisme pasar yang
harus berjalan. Buka kompetisi bebas jika sebuah negara ingin berkembang pesat.Tahun 1994, Putaran Uruguay
menyepakati negara tak boleh menyubsidi sektor pertanian. Subsidi negara pada
berbagai bidang kehidupan harus semakin dikurangi. Pasar bebas kian memperoleh
tempatnya. Indonesia pun terikat dengan kesepakatan itu. Pemerintah ”mundur”,
sekadar menjadi fasilitator, regulator.
Pemerintah pusat terjebak dalam struktur kontrak internasional sehingga tidak
bisa secara langsung ”membela” rakyatnya. Jika pemerintah melanggar, sejumlah
lembaga internasional, seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF),
bisa memberikan sanksi, terutama tidak mengucurkan pinjaman. Padahal,
pembangunan negeri ini sebagian masih dibiayai pinjaman luar negeri.
Sumber
: Dr. Keraf, A. Sonny. 2006. Etika Bisnis: Tuntutan dan
Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius